Rabu, 18 September 2013

TARI SAKERA DAN MARLENA



TARI SAKERA DAN MARLENA SEBAGAI KEBUDAYAAN MADURA YANG BERKEMBANG DI MALANG

Abstrak:
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (koentjoroningrat:2009). Di manapun ada manusia disitulah juga terdapat kebudayaan. Tidak terkecuali kebudayaan Madura yang sebenarnya jika ditelusuri tokoh yang ada didalamnya tidak lahir asli dari Madura melainkan lahir di Kota Pasuruan namun  masih berdarah Madura. Hal inilah yang  jadi bahan kajian dalam atikel ini.
Kata kunci: Kebudayaan Madura, tari sakera dan marlena, Tumpang Malang

1. Sejarah Tarian Sakera dan Marlena
Sebenarnya Sadiman atau yang lebih dikenal Sakerah alias Sakera adalah Pahlawan (bela bangsa) dari Bangil Pasuruan. Dia adalah pegawai disalah satu pabrik gula di Pasuruan yang mempunyai keahlian pencak silat dari gurunya yang bernama Haji Asik. Dengan keahlianya tersebut Sakera menentang Pemerintahan Belanda yang saat itu sedang menjajah Nusantara. Karena Sakera menentang Pemerintahan Belanda akhirnya sakera dituduh mengkorupsi sejumlah uang sehingga dia dipenjara selama 3 bulan, namun ada versi lain yang mengatakan bahwa Sakera masuk penjara dikarenakan membunuh seseorang bernama Markus. Selama di penjara, sakera diberi iming-iming sejumlah uang agar dia mau menjadi sekutu Belanda. Setelah bebas Sakera menagih uang yang dijanjikan oleh Belanda, namun tentara Belanda malah menodongkan peluru kepadanya. Sakerapun tidak terima dengan hal tersebut sehingga dia membunuh tentara Belanda dan akhirnya dia dipenjara untuk yang kedua kalinya selama 15 tahun. Sungguh mengenaskan nasib pahlawan dari Pasuruan ini.
            Dalam kehidupan pribadinya Sakera memiliki dua istri, istri yang pertama bernama Arlija dan istrinya yang kedua bernama Marlena. Ketika Sakera dalam penjara, istri keduanya yang bernama Marlena digoda oleh keponakannya yang bernama Brodin. Ia tertarik dengan Marlena dan berencana menikahinya lantaran dia yakin bahwa Sakera pasti dihukum mati dan tidak akan bisa selamat. Ketika itu pula paman Sakera yang mengetahui hal itu tidak terima. Pamannya yang bernama Tasmeja memiliki rencana ingin memberitahu hal ini kepada Sakera. Dengan berdalih mencuri sapi milik Pemerintah Belanda, akhirnya Tasmeja dipenjara dan bisa bertemu dengan Sakera. Diceritakanlah semua yang dia tau tentang Brodin. Mendengar berita itu, akhirnya Sakera geram dan berhasil melarikan diri dengan melompati pagar penjara dan Tasmeja yang menggantikannya dipenjara.
            Setelah dapat keluar dari penjara Sakera menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bahwa Marlena digoda oleh Brodin. Tak berapa lama dibunuhlah Brodin ini oleh pahlawan yang pandai pencak silat alias Sakera. Setelah kejadian itu dia bersembunyi di Gunung Areng-Areng. Pada suatu hari teman dia yang bernama Tinggi Legimun bersekongkol dengan Belanda untuk menangkapnya lagi. Seketika itu Tinggi Legimun datang kerumah Sakera dan hanya menemukan udengnya (ikat kepala) saja. Setelah mengetahui ada ikat kepala itu, Tinggi Legimun langsung menginjak-nginjaknya. Mengetahui ikat kepalanya diinjak-injak oleh Tinggi Legimun, sakera merasa harga dirinya diinjak-injak dan sangat marah, lalu dia mencari Tinggi Legimun dan membunuhnya secara tragis.
            Setelah sekian lama menjadi buronan Belanda akhirnya Pemerintah Belanda mencari taktik untuk menangkap Sakera ini. Pemerintah Belanda mengetahui bahwa dia suka dengan kesenian tayub yang di dalamnya memuat gending-gending seperti cokek, eram-eram, dan orambak. Suatu hari Pemerintah Belanda mengadakan pagelaran tayub untuk menarik perhatian Sakera agar menontonnya. Sakera pun datang ke acara tayub tersebut dan menari di atas panggung (mbeso). Di atas panggung tersebut, dia bertemu dengan Gurunya yaitu Haji Asik yang ternyata pada waktu itu Haji Asik bersekongkol dengan Belanda untuk menangkapnya. Haji Asik mencoba menyapa Sakera dan mengajaknya bertarung silat. Seketika itu gending-gending di atas pentas dihentikan dan pertarungan antara Sakera dengan Haji Asik berlangsung, Sakera pun Kalah dan akhirnya tertangkap serta dihukum gantung.
            Nah, dari serentetan cerita tersebut masyarakat Madura berinisiatif mengenang jasa Sakera dengan cara melestarikan Kesenian Sakera atau sakerah dalam bentuk tarian yang dikombinasikan dengan Pencak Silat. Mengapa masyarakat Madura yang mengenang beliau dan bukan masyarakat Pasuruan ini dikarenakan Sakera dalam kesehariannya sering memakai pakaian khas Madura dan berdasarkan sumber yang ada dia masih memiliki keturunan darah dari Madura. Akhirnya lahirlah sebuah tarian bernama Sakera dan Marlena yang menjadi budaya Madura namun bisa dilestarikan sampai ke Malang.

2. Perkembangan Tarian Sakera Dan Marlena
Tarian ini populer di daerah Malang, khususnya di Kecamatan Tumpang. Sebenarnya tarian ini sudah ada semenjak dahulu namun tarian ini mengalami pasang surut, dan mulai dikenal lagi oleh masyarakat pada tahun 2012. Di Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Malang terdapat Komunitas Madura yang mencoba melestarikan tarian ini, namun karena respon masyarakat sangat banyak dan baik, akhirnya tidak hanya orang Madura saja yang melakukan tarian ini, namun ada juga orang jawa yang ikut belajar tarian ini. Belajar tarian ini awalnya tidak mudah karena harus menguasai pencak silat, musiknya pun harus memakai gending asli Madura. Namun seiring perkembangan jaman tarian ini lebih dikreasikan dengan gerakan-gerakan modern serta musiknya pun disesuaikan dengan lagu yang populer pada saat ini.
Tarian ini sering ditampilkan pada acara-acara tertentu seperti karnaval peringatan HUT RI, khitanan, hajatan pernikahan, dan acara yang cukup sakral yaitu Bersih Desa. Tarian ini berbeda dengan tarian lainya karena tarian ini merupakan kombinasi dari pencak silat dan gerakan tarian modern.
Bagi Pak Lasmari yang salah satu anggota dalam tari ini mengungkapkan bahwa tarian sakera dan marlena hanyalah sebagai pekerjaan sampingan saja. Karena menurut beliau seni adalah sebuah kesenangan tersendiri yang bisa menghibur diri dan orang lain yang menikmatinya. Ada suatu peristiwa yang berkesan bagi Pak Lasmari, beliau sering mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan ketika belajar tarian khususnya pada gerakan pencak silat. Berdasarkan penuturannya, beliau pernah ditendang gurunya saat belajar pencak silat, hal ini sungguh membuatnya jengkel, namun baginya hal tersebut sudah biasa karena sering dilakukan. Pak Lasmari menurunkan keahlian tarian ini kepada anakanya, namun jika ada orang yang ingin belajar tentang tarian ini beliau bersedia untuk mengajarinya.
            Kostum yang dipakai dalam tarian ini untuk wanita adalah jarik merah bermotif madura dan juga kebaya merah, namun seiring perkembangan jaman, jarik tetap berwarna merah namun kebayanya bisa diganti dengan warna apapun. Adapun aksesoris yang dipakai saat menari adalah anting-anting besar, bengkiak, binggel, dan juga pisau buatan. Untuk laki-laki dari zaman dahulu sampai sekarang tetap memakai celana komprang, kaos lurik berwarna merah putih dan jas hitam tipis dari kain. Aksesorisnya berupa ikat kepala (udeng), kumis buatan, dan juga carok buatan. Satu pleton penari baik wanita maupun laki-laki masing-masing berjumlah 31 orang. Usia rata-rata pemain tari ini sekitar 20 tahun ke atas. Biasanya untuk penari laki-laki didominasi oleh remaja usia sekolah, hal ini dikarenakan untuk melestarikan tarian Sakera dan Marlena.

Daftar Pustaka
http://www.akukaget.com/2012/12/sakera-legenda-etnis-madura-yang.html diakses tanggal 15-09-2013.
http://www.sejarahkota.com/2013/03/pak-sakera-pejuang-dari-bangil.html diakses tanggal 18-09-2013.



















KHASUGA  CYISA
 

                     

    
    
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar