Sabtu, 27 September 2014

RESUME BUKU KORPORASI DAN POLITIK PERAMPASAN TANAH


RESUME BUKU KORPORASI DAN POLITIK PERAMPASAN TANAH

            Perubahan mulai dirasakan masyarakat Indonesia ketika sektor pertanian mengalami kemajuan. Dari yang awalnya hanya berbasis keluarga atau hanya untuk memenuhi kebutuha keluarga saja, kini sudah berganti menjadi sektor bisnis yang cakupannya untuk memenuhi kebutuhan skala besar. Berbagai cara dilakukan Pemerintah alias korporasi untuk membuat program pengolahan pertanian yang besar, salah satu yang dibuat adalah Merauke Integreted Food and Energy Estate (MIFEE). Tujuan dibentuknya program ini adalah  mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menjadikan Papua dan lima daerah lainnya menjadi penghasil laba perekonomian.
            Warga Papua khususnya Merauke telah mengklaim tanah yang ditempatinya termasuk lahan pertanian yang digarap adalah miliknya sendiri. Namun korporasi juga mengakui tanah tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini menjadi kontradiksi tentang siapakah yang berhak mengeksploitasi tanah di wilayah Merauke. Akibat dari kontradiksi ini mulai banyak permasalahan yang terjadi di Merauke. Permasalahan tersebut terjadi akibat mulai masuknya perusahaan-perusahaan yang mengekspoitasi tanah dan hutan.
            Masyarakat asli Merauke merupakan orang Marind/Malind dan mereka menyebut dirinya sebagai Anim-Ha yang artinya adalah manusia sejati. Masyarakat Marind hidup dengan mengandalkan sektor pertanian, mereka sering berpindah-pindah untuk bertempat tinggal mengikuti lahan pertanian yang dianggap subur. Saking dekatnya dengan Alam, mereka menganggap tanah, air, pohon, hutan dan manusia Marind sudah bisa menyatu. Kehidupan sosial terasa harmonis tanpa ada masalah-masalah yang berarti. Hubungan dengan pencipta alam juga terjalin dengan baik melalui berbagai upacara kepercayaan yang dilakukan. Belum banyak tekonologi yang dipakai, semua sangat tergantung bantuan dari alam. Namun hal ini mungkin dianggap orang asing sebagai masyarakat tradisional atau mayarakat pedalaman.
            Kemajuan teknologi dan perbaikan fasilitas menjadi mimpi besar masyarakat Marind. Sudah lama masyarakat tinggal bergantung dengan alam, mereka juga ingin mendapatkan fasiitas yang sama seperti masyarakat lainnya. Kemajuan dalam segala sektor ini cukup diinginkan masyarakat karena ingin merubah hidupnya menjadi lebih baik. Hingga akhirnya mereka menerima proyek yang dilakukan perusahaan atas perintah dari korporasi. Tanah-tanah yang dahulu diklaim menjadi milik pribadi masyarakat mulai dijual untuk pengembangan sektor pertanian. Janji perusahaan adalah membangun fasilitas masyarakat dan setiap pemuda mendapat pekerjaan yang mapan di perusahaan, anak-anak mendapatkan biaya sekolah, dan lainnya.
            Tanah pertanian kini mulai menjadi milik perusahaan dan akan dikelola untuk kepentingan skala besar. Setelah beberapa lama perusahaan beroperasi, janji-janji yang dahulu dibuat tidak semua terrealisasi. Akibatnya masyarakat mulai resah dengan keadaan tersebut perlawanan yang dilakukan pasti kalah karena korporasi yang paling berkuasa. Permasalah masyarakat tidak hanya dengan perusahaan dan korporasi saja. Alam yang dahulu bersahabat menjadi berubah karena sudah dieksploitasi besar-besaran. Apa-apa sekarang harus dibeli dengan uang karena mereka tidak bisa melakukan aktivitas pertanian dan perburuan.
            Niat baik untuk berubah menjadi maju malah menjadi bumerang bagi masyarakat. Mungkin jika bisa memilih maka masyarakat tidak akan menjual tanahnya kepada perusahaan atas nama korporasi. Namun semua telah terjadi, masyarakat tidak mungkin melawan takdir yang dirasakannya saat ini. Politik korporasi yang awalnya dianggap mampu memajukan semuanya seakan-akan menjadi musibah bagi masyarakat Marind. Berbagai tawaran yang diberikan nampak bagus diawal saja sehingga masyarakat bisa menerima. Tetapi hampir semua janji yang diberikan tidak terrealisasikan. Masyarakat cukup kecewa dengan hal ini, belum lagi ditambah masalah pribadi antar warga. Proyek besar berdampak mengadu domba masyarakat dan kesenjangan tetap terjadi. Banyak juga penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat. Mulai dari kekurangan gizi untuk balita dan anak-anak, hingga peyakit HIV Aids yang diderita oleh perempuan akibat adanya tempat prostisusi terselubung.
            Sebagian masyarakat yang mempertahankan tanahnya untuk kebutuhan sendiri merasa lebih beruntung. Mereka tidak terbelenggu dengan uang dan kemajuan jaman. Hampir segala kebutuhannya bisa terpenuhi dengan bercocok tanam dan berburu. Walau alam sudah berbeda dari sebelumnya mereka tetap bisa bertahan dari kesenjangan. Anak cucunya pada suatu saat nanti masih bisa menikmati sumber daya alam yang miliki. Tetapi keberanian untuk mempertahankan tanah harus tetap dilakukan supaya Anim Ha atau manusia sejati tidak hilang termakan jaman.

            Buku hasil karangan Laksmi A. Safitri bisa menginspirasi kita untuk kuat daam mempertahankan hal yang dianggap sangat penting. Walaupun titik permasalahan adalah karena korporasi dan perusahaan yang mengploitasi wilayah pedalaman, kita tidak boleh langsung menyalahkan korporasi. Niat korporasi sudah baik tetapi pelaksanaannya saja yang harus dibenahi agar tidak mnyengsarakan salah satu pihak. Sungguh buku yang menarik untuk dibaca oleh semua khalayak baik itu masyarakat umum maupun petinggi-petinggi pemerintahan. Jangan ada yang saling menyalahkan supaya tidak memperkeruh suatu keadaan, dan terakhir semoga peristiwa yang dialami masyarakat Papua tidak akan terjadi dimasyarakat lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar