RESUME BUKU KORPORASI DAN POLITIK PERAMPASAN TANAH
Perubahan
mulai dirasakan masyarakat Indonesia ketika sektor pertanian mengalami kemajuan.
Dari yang awalnya hanya berbasis keluarga atau hanya untuk memenuhi kebutuha
keluarga saja, kini sudah berganti menjadi sektor bisnis yang cakupannya untuk
memenuhi kebutuhan skala besar. Berbagai cara dilakukan Pemerintah alias
korporasi untuk membuat program pengolahan pertanian yang besar, salah satu
yang dibuat adalah Merauke Integreted
Food and Energy Estate (MIFEE). Tujuan dibentuknya program ini adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menjadikan
Papua dan lima daerah lainnya menjadi penghasil laba perekonomian.
Warga
Papua khususnya Merauke telah mengklaim tanah yang ditempatinya termasuk lahan
pertanian yang digarap adalah miliknya sendiri. Namun korporasi juga mengakui
tanah tersebut sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Hal ini menjadi
kontradiksi tentang siapakah yang berhak mengeksploitasi tanah di wilayah
Merauke. Akibat dari kontradiksi ini mulai banyak permasalahan yang terjadi di
Merauke. Permasalahan tersebut terjadi akibat mulai masuknya
perusahaan-perusahaan yang mengekspoitasi tanah dan hutan.
Masyarakat
asli Merauke merupakan orang Marind/Malind dan mereka menyebut dirinya sebagai
Anim-Ha yang artinya adalah manusia sejati. Masyarakat Marind hidup dengan
mengandalkan sektor pertanian, mereka sering berpindah-pindah untuk bertempat
tinggal mengikuti lahan pertanian yang dianggap subur. Saking dekatnya dengan
Alam, mereka menganggap tanah, air, pohon, hutan dan manusia Marind sudah bisa
menyatu. Kehidupan sosial terasa harmonis tanpa ada masalah-masalah yang
berarti. Hubungan dengan pencipta alam juga terjalin dengan baik melalui
berbagai upacara kepercayaan yang dilakukan. Belum banyak tekonologi yang
dipakai, semua sangat tergantung bantuan dari alam. Namun hal ini mungkin
dianggap orang asing sebagai masyarakat tradisional atau mayarakat pedalaman.
Kemajuan
teknologi dan perbaikan fasilitas menjadi mimpi besar masyarakat Marind. Sudah
lama masyarakat tinggal bergantung dengan alam, mereka juga ingin mendapatkan
fasiitas yang sama seperti masyarakat lainnya. Kemajuan dalam segala sektor ini
cukup diinginkan masyarakat karena ingin merubah hidupnya menjadi lebih baik.
Hingga akhirnya mereka menerima proyek yang dilakukan perusahaan atas perintah
dari korporasi. Tanah-tanah yang dahulu diklaim menjadi milik pribadi
masyarakat mulai dijual untuk pengembangan sektor pertanian. Janji perusahaan
adalah membangun fasilitas masyarakat dan setiap pemuda mendapat pekerjaan yang
mapan di perusahaan, anak-anak mendapatkan biaya sekolah, dan lainnya.
Tanah
pertanian kini mulai menjadi milik perusahaan dan akan dikelola untuk kepentingan
skala besar. Setelah beberapa lama perusahaan beroperasi, janji-janji yang
dahulu dibuat tidak semua terrealisasi. Akibatnya masyarakat mulai resah dengan
keadaan tersebut perlawanan yang dilakukan pasti kalah karena korporasi yang
paling berkuasa. Permasalah masyarakat tidak hanya dengan perusahaan dan
korporasi saja. Alam yang dahulu bersahabat menjadi berubah karena sudah
dieksploitasi besar-besaran. Apa-apa sekarang harus dibeli dengan uang karena
mereka tidak bisa melakukan aktivitas pertanian dan perburuan.
Niat
baik untuk berubah menjadi maju malah menjadi bumerang bagi masyarakat. Mungkin
jika bisa memilih maka masyarakat tidak akan menjual tanahnya kepada perusahaan
atas nama korporasi. Namun semua telah terjadi, masyarakat tidak mungkin melawan
takdir yang dirasakannya saat ini. Politik korporasi yang awalnya dianggap
mampu memajukan semuanya seakan-akan menjadi musibah bagi masyarakat Marind.
Berbagai tawaran yang diberikan nampak bagus diawal saja sehingga masyarakat bisa
menerima. Tetapi hampir semua janji yang diberikan tidak terrealisasikan.
Masyarakat cukup kecewa dengan hal ini, belum lagi ditambah masalah pribadi
antar warga. Proyek besar berdampak mengadu domba masyarakat dan kesenjangan
tetap terjadi. Banyak juga penyakit-penyakit yang terjadi di masyarakat. Mulai
dari kekurangan gizi untuk balita dan anak-anak, hingga peyakit HIV Aids yang
diderita oleh perempuan akibat adanya tempat prostisusi terselubung.
Sebagian
masyarakat yang mempertahankan tanahnya untuk kebutuhan sendiri merasa lebih
beruntung. Mereka tidak terbelenggu dengan uang dan kemajuan jaman. Hampir
segala kebutuhannya bisa terpenuhi dengan bercocok tanam dan berburu. Walau
alam sudah berbeda dari sebelumnya mereka tetap bisa bertahan dari kesenjangan.
Anak cucunya pada suatu saat nanti masih bisa menikmati sumber daya alam yang
miliki. Tetapi keberanian untuk mempertahankan tanah harus tetap dilakukan supaya
Anim Ha atau manusia sejati tidak hilang termakan jaman.
Buku
hasil karangan Laksmi A. Safitri bisa menginspirasi kita untuk kuat daam
mempertahankan hal yang dianggap sangat penting. Walaupun titik permasalahan
adalah karena korporasi dan perusahaan yang mengploitasi wilayah pedalaman,
kita tidak boleh langsung menyalahkan korporasi. Niat korporasi sudah baik tetapi
pelaksanaannya saja yang harus dibenahi agar tidak mnyengsarakan salah satu
pihak. Sungguh buku yang menarik untuk dibaca oleh semua khalayak baik itu
masyarakat umum maupun petinggi-petinggi pemerintahan. Jangan ada yang saling
menyalahkan supaya tidak memperkeruh suatu keadaan, dan terakhir semoga
peristiwa yang dialami masyarakat Papua tidak akan terjadi dimasyarakat
lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar